Tulang Rusuknya ada di Seberang Jalan

Mulanya sudah sempat cemas karena di dalam isi kepala saya tidak akan mungkin ada yang datang, tanya-jawab, mengiyakan, kemudian ‘oke deal’ layaknya dalam cerita panjang di novel-novel yang pernah saya baca atau di film-film yang sering saya tonton. Deadline hampir berakhir, sudah hampir 2017 dan saya belum dilamar juga. Semua orang selalu punya target dalam hal apa saja apalagi hal yang krusial semacam ini. Sudah 25, cemas itu hal yang lumrah.. Jadi jangan hiraukan cibiran orang-orang di luar sana yang tidak ada habisnya. 

Selama dunia masih berputar, segala ketidakmungkinan bisa menjadi mungkin. Kita tidak akan pernah percaya jika kita tidak mengalaminya sendiri. Bukan tidak mungkin saya dan beliau pernah berdoa memuji kebesaran Allah yang maha kuasa di dalam Mesjid yang sama jauh sebelum beliau bersumpah atas nama Allah untuk bertanggungjawab atas kehidupan dunia dan akhirat saya. Karena dulu saya rajin Jumatan di Mesjid satu-satunya di lingkungan tempat tinggal kami. Mungkin juga dulu saya pernah berpapasan di jalan dengan beliau, dan everything was ok dan tidak pernah membayangkan kalau tulang-belulang yang menyusun saya berasal dari salah satu ruas tulangnya, karena memang kami tinggal di sebuah lingkungan yang sama.

Lama berkelana kesana-kemari, mencari jati diri, mencari seseorang yang benar-benar “klik” dan langsung nyaman, membayangkan bakalan dengan siapa bersanding di pelaminan, akhirnya datang juga. Sejatinya pendamping hidup tidak perlu dicari. Tuhan telah menyiapkan ruang dan waktu yang tepat. The right time, the right place, and the right chance. Misalnya kami baru dipertemukan di usianya yang ke-34 dan saya yang baru menginjak anak tangga ke-25. Bagi sebagian orang akan mengatakan beliau terlambat memutuskan untuk berumah tangga dan menjudge saya terlalu cepat dalam memutukan untuk mengkhiri masa lajang saya, tapi jika dilihat dari kacamata logika dan berprasangka baik, maka ini adalah sebuah rencana besar yang tidak kita ketahui.

Jodoh sudah di depan mata kok, bahkan dekat sekali.. tapi sama saja, waktunya belum tepat. Disimpan saja rasa penasarannya. Biar kita bisa merasakan indahnya bertemu tulang yang selama ini terpisah.

Dan pada akhirnya keyakinan akan hal-hal yang di luar pemikiran saya terjawab sudah.. Sama-sama bertanya-tanya mencari jawaban “bakalan sama siapa? nanti sama siapa? siapa yang jadi suami/istri saya?” berakhir juga di halaman depan kantor. Tanpa basa-basi. Malam itu saya didatangi tamu yang sangat istimewa dalam kehidupan saya, yang membawa tulang-tulangnya ke hadapan saya, meyakinkan saya kalau tulang di balik kulit yang membalut saya adalah miliknya. Seolah mengajak saya untuk segera pulang, menyatu melebur bersamanya. 

Tidak pernah menyangka kalau sebenarnya saya diciptakan dari salah satu tulang rusuk laki-laki yang ternyata adalah tetangga di seberang jalan. Logikanya, tanpa beliau, saya tidak akan pernah ada. Simple!

Rumah, 1 Maret 2017

*saya menulis ini dengan perasaan rindu yang teramat sangat pada suami, orang yang selalu membuat saya nyaman di dekatnya, yang selalu membuat saya menggeliat menghimpitkan muka-hidung ke dalam ketiaknya.

Leave a comment